Kota Denpasar yang dahulu hanya sebagai wilayah karesidenan di bagian selatan Pulau Bali, kini telah berkembang menjadi kota besar. Apa yang menyebabkan Kota Denpasar dapat berkembang pesat hingga dapat dikatakan kota besar saat ini? Pertama, cikal bakal Kota Denpasar merupakan daerah penghubung daerah barat bagian selatan Pulau Bali dan daerah timur bagian selatan Pulau Bali. Sehingga Kota Denpasar letaknya strategis secara ekonomi. Kedua, laju urbanisasi yang meningkat pasca Puputan Badung, meningkat pada tahun 1970-an, dan tahun 1990-an. Ketiga, dua faktor di atas menjadikan Denpasar semakin banyak memiliki faktor pemikat, yang muncul dan dimunculkan terutama oleh praktek-praktek modernisasi (nasionalisasi) dalam berbagai aspek kehidupan. Pada akhirnya mendorong masyarakat di luar Denpasar menikmati bersama arus kehidupan modern, dengan dalih utama mengubah kehidupan untuk menjadi lebih baik (Nyoman Wijaya, 2001)
Setelah status Denpasar menjadi kota besar, akan lebih banyak masalah yang dihadapinya. Pertama, penataan ruang kota yang didesain untuk menghadapi modernisasi, bertambahnya penduduk, dan citra pariwisata Bali yang terkenal. Kedua, masalah kependudukan, baik urbanisasi maupun limpahan penduduk transmigrasi dari daerah lain beserta perangkat aturannya yang selalu menjadi masalah sosial utama kota besar. Ketiga, masalah lingkungan yang sering dihadapi seperti sampah, kualitas udara, sumber air yang layak untuk kehidupan, kebutuhan konsumsi bahan bakar, listrik dan pemukiman yang layak.
Diantara ketiga masalah besar yang dihadapi hampir sama di semua kota besar, yaitu sampah. Penanganan masalah sampah di kota besar merupakan masalah yang klasik sekaligus rumit. Kota besar yang dikatakan “berkelas” salah satunya kota yang mampu menangani sampah secara baik dan ramah terhadap lingkungan. Sebaliknya, kota yang dikatakan “gagal” adalah kota yang tidak bisa menangani sampah dan membiarkan sebagian ruang publiknya yang penting menjadi tempat sampah.
Seperti yang dialami Kota Bandung beberapa waktu lalu dimana sebagian ruang publiknya menjadi tempat sampah. Masalah sampah juga menjadi ujian apakah masyarakat yang menghasilkannya peduli akan lingkungannya sendiri. Masyarakat yang kreatif dan “berkelas” mampu mengelola, mengolah sampah agar tidak sampai pada tingkat mengganggu “penciuman” ruang publik atau pemandangan yang menjijikkan. Tanpa perlu menyalahkan pihak manapun, memang sudah menjdai tanggung jawab dan kesadaran tersendiri suatu masyarakat untuk mengelola sampah yang ramah lingkungan. Misalnya, mungkin hal yang remeh kita anggap untuk belajar memisahkan sampah organik dan sampah anorganik, karena pemisahan tersebut sangat penting untuk pengolahan dan pemanfaatan sampah pada tahap berikutnya.
Kota Denpasar tidak akan berubah keluasan wilayahnya, yaitu seluas 123,98 km2, tetapi penduduknya akan berubah terus dan cenderung untuk meningkat jumlahnya (DKP Kota Denpasar, 1995). Konsumsi penduduk dimungkinkan terus meningkat seiruing bertambahnya jumlah penduduk, artinya dimungkinkan puola volume dan keragaman sampah yang dihasilkan juga meningkat. Jika Kota Denpasar hanya mengandalkan kesadaran masyarakatnya sepenuhnya, mungkin suatu hal yang sulit terwujud. Maka tumpuan harapan terbesar untuk mengelola dan mengolah sampah hanya pada lembaga-lembaga pemerintah, lembaga swasta atau lemabaga kemasyarakatan yang peduli menangani sampah.
Persoalan menangani sampah di Kota Denpasar tidak hanya saol mengumnpulkan, mengangkut, memisahkan jenis sampah dan didaur ulang kembali, tetapi juga terus menerus menggugah kesadaran masyarakat yang sudah terlanjur sibuk dengan urusan ekonomi baik lewat dharma wacana, khutbah-khutbah, media massa, dan tokoh-tokoh masyarakat yang langsung terjun menangani sampah.Jika ingin Kota Denpasar kembali menjadi kota budaya, tetapi dengan bentuk yang disesuaikan dengan jamannya, maka seluruh komponen masyarakat Kota Denpasar harus bekerja sama, bekerja bersama-sama dalam menangani masalah sampah. Sinergi kesadaran masyarakat dan kerja keras di lapangan yang dilakukan lembaga yang peduli terhadap persoalan sampah memungkinkan Kota Denpasar menjadi kota budaya yang diinginkan semua pihak.
Rabu, 24 Oktober 2007
Sinergi Mengelola Sampah Kota Denpasar
Diposting oleh antikatrok di 20.51
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar